MAKALAMNEWS.ID – Polemik tapal batas wilayah kembali memanas di Kabupaten Muaro Jambi. Terbitnya Peraturan Bupati (Perbub) No 16 Tahun 2018 yang mengatur batas administratif wilayah justru memicu gesekan antarwarga di lapangan.
Persoalan ini tidak hanya memunculkan ketegangan sosial, tetapi juga mengancam kerukunan yang telah lama terjalin di masyarakat perbatasan.
Peta Penetaban Batas Desa tersebut mengatur antara batas Desa di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, yaitu; Desa Puding, Pulau mentaro, Betung, Pematang Raman, Sungai Bungur, Sponjen, Sogo, Tanjung, Rantau Panjang, Petanang dan Rondang.
Walhi Jambi Laporkan JBC, Jamtos, dan Roma Estate ke Polda, Diduga Rusak Sempadan Sungai
Feri Irawan, Direktur Perkumpulan Hijau menegaskan, perbub ini cacat secara prosedural dan substansial karena disusun tanpa keterlibatan aktif masyarakat terdampak.
Ia menyebut, pemerintah terkesan mengedepankan pendekatan administratif semata, mengabaikan aspek historis, sosial, dan kultural yang melekat pada batas wilayah.
“Negara tidak boleh hadir dengan peta di meja rapat lalu memaksakan garis batas di lapangan tanpa dialog. Akibatnya, warga yang selama ini hidup rukun kini saling curiga, saling klaim, bahkan berpotensi bentrok,” ujar Feri dalam rilisnya yang dikirim ke media ini.
Menurutnya, akibat perubahan batas ini, sebagian warga kehilangan akses terhadap lahan pertanian, sumber air, dan wilayah adat yang menjadi sumber penghidupan.
Lebih parah lagi, kebijakan ini memicu klaim sepihak dan mengendurkan rasa percaya masyarakat kepada pemerintah.
Perkumpulan Hijau menuntut Pemkab Muaro Jambi segera:
1. Membekukan sementara penerapan Perbub hingga ada evaluasi menyeluruh.
2. Membuka ruang dialog multipihak yang melibatkan masyarakat, tokoh adat, akademisi, dan lembaga independen.
3. Memastikan perlindungan terhadap warga agar tidak terjadi intimidasi atau perampasan hak di lapangan.
"Tapal batas bukan sekadar koordinat di peta. Ia adalah soal kehidupan warga, soal tanah yang diwariskan turun-temurun. Pemerintah harus ingat, setiap kebijakan yang memicu konflik adalah bentuk kegagalan negara menjalankan fungsi perlindungan," tegas Feri.
Perkumpulan Hijau juga mendorong agar pemerintah segera mengambil langkah damai dan partisipatif, karna hingga kini konflik masih berlangsung di beberapa titik perbatasan.
"Jika tak segera diselesaikan, dikhawatirkan persoalan ini akan berkembang menjadi konflik berkepanjangan yang mengorbankan keamanan dan stabilitas sosial," pungkasnya.(*)
Social Header