Berita Terkini

Maulana-Diza Disebut Sulit Dikalahkan di Pilwako Jambi, Pengamat Ini Bilang Keduanya Biasa-biasa Saja, Ini Alasannya

Pengamat Politik Jambi Dr Noviardi Ferzi 

MAKALAMNEWS.ID – Nama Diza Aljosha Hazrin mulai muncul di panggung politik menjelang Pilwako Jambi 2024.

Diza Aljosha digaet bakal calon Wali Kota Jambi Maulana untuk menjadi pendampingnya berlaga di PIlwako Jambi.

Pasangan ini disebut sulit untuk dikalahkan bakal pasangan calon wali kota lainnya.

Namun, Pengamat Politik kenamaan Jambi Dr Noviardi Ferzi menilai kalau pasangan ini biasa-biasa saja.

Menurutnya, tidak ada instrumen tunggal yang dimiliki pasangan ini untuk level sulit dikalahkan.

Noviardi memberikan beralasan, sebab jika melihat instrument finansial, semua bakal calon wali Kota Jambi seperti H Abdul Rahman ataupun Budi Setiawan, Raden Ridwan Muchtar, semua punya finansial.

Selain itu, instrumen rekam jejak seperti Diza Aljosha tergolong biasa. “Bahkan, Maulana sendiri juga biasa-biasa saja rekam jejaknya,” katanya.

Bukan itu saja, kata Novriadi, untuk instrumen dukungan politik keduanya biasa juga.

“Tidak ada dukungan yang begitu besar dari masyarakat. Diza muncul bukan dari arus bawah, ia lahir dari oligarki,” ujarnya.

Selain itu, terkait instrumen patron politik, saktinya Hazrin Nurdin selaku pemain politik ditopang nama besar Alm Zul Nurdin yang memang dicintai orang.

“Ia sendiri belum terbukti di dunia politik,” ujarnya.

Menurutnya, jika dilihat dari pengalaman Pilwako Jambi 2013 lalu. Saat itu Sum Indra merupakan keponakan Hazrin dan alm Zulkifli Nurdin.

Saat itu Sum Indra petahana Wakil Wali Kota Jambi berpasangan dengan Maulana.

“Alm Zulkifli Nurdin mantan Gubernur Jambi dua periode, Zumi Zola bahkan bupati aktif. Tapi, Sum Indra Maulana kalah juga,” katanya.

“Kesimpulannya, pasangan Maulana Diza biasa saja tak ada yang perlu ditanggapi berlebih,” pungkasnya.

Sebelumnya Noviardi mengatakan, majunya Diza tak lebih dari konstruksi pragmatis politik yang transaksional dibanding proses politik yang etis dalam mewujudkan satu pasang calon.

"Politik itu etis itukan pembelajaran demokrasi, indikasinya bisa dinilai dari lahirya seorang calon, ada pendaftaran, ada APK dan barang kontak dan ada sosialisasi untuk meningkatkan Popularitas, Akseptabilitas dan Elektabilitas yang bersangkutan. Namun, ketika faktor finansial transaksional dikedepankan, proses pembelajaran ini ditiadakan. Seolah ada teori mau maju transaksional saja," jelas Noviardi. (rud/*)

© Copyright 2022 - MakalamNews