Tumenggung Grip dan beberapa warga SAD bersama Perwakilan TNBD dan PT SAL saat menerima bibit jengkol di Desa Bukit Suban, Air Hitam, Sarolangun.(ist)
MAKALAMANEWS.ID - Terlihat suasana berbeda di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Sarolangun pagi itu.
Di tengah sejuknya udara hutan dan hamparan pepohonan, belasan warga Suku Anak Dalam (SAD) berkumpul penuh semangat.
Dengan harapan sederhana, mereka tampak begitu sumringah, menyambut datangnya ratusan bibit jengkol yang ditata rapi di tanah di dalam Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD).
Ya, hari itu mereka menerima 600 bibit jengkol dan menanamnya bersama.
Bagi sebagian orang, jengkol mungkin sekadar tanaman pangan khas yang punya aroma kuat.
Namun, bagi masyarakat adat dan pengelola TNBD, bibit yang diberikan oleh salah satu perusahaan sawit yakni PT Sari Aditya Loka (SAL) tersebut adalah simbol harapan untuk kehidupan yang lebih baik.
"Mungkin sudah bosan ya karena kami hanya bisa bilang terima kasih, bantuan rutin bagi kami tak cuma untuk menambah penghasilan, tapi juga untuk masa depan anak cucu kami," kata Tumenggung Grip dengan mata berbinar, mewakili 18 kepala keluarga SAD yang hadir pagi itu, Selasa (2/9/2025).
Bagi Tumenggung Grip dan SAD lain, mereka mungkin tidak akan bisa semandiri saat ini tanpa bantuan dan dukungan serta pendampingan yang diberikan perusahaan selama ini.
"Bukan materi saja, perusahaan sudah jadi kawan kami dalam hidup sehari-hari," katanya.
Inisiatif bantuan ini lahir dari bagian Program Multipihak-Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam (FKPS-SAD), diwujudkan melalui kolaborasi antara PT SAL bersama Balai TN Bukit Dua Belas.
Perwakilan TNBD dan PT SAL menyerahkan bibit jengkol di Desa Bukit Suban, Air Hitam, Sarolangun.(ist)
Tujuannya sederhana, namun berdampak panjang yakni menjaga kelestarian hutan sekaligus membuka peluang ekonomi bagi komunitas adat khususnya suku anak dalam.
Selain sebagai taman nasional, TNBD juga memang disiapkan pemerintah untuk kehidupan SAD.
Di dalamnya telah ditetapkan zonasi khusus, termasuk zona tradisional dan zona religi untuk mengakomodasi ruang hidup, pergerakan, dan praktik budaya SAD.
Dalam dua zona ini, SAD dapat berburu, meramu, membangun tempat tinggal, hingga melaksanakan ritual adat dan upacara keagamaan.
Dari total lebih 60 ribu hektare luas TNBD, sekitar 36 ribu hektare ditetapkan sebagai Zona Pemanfaatan Tradisional (ZPT) bagi 13 ketumenggungan SAD di tiga kabupaten, meliputi Kabupaten Sarolangun, Tebo, dan Batanghari.
Kepala Resort Pematang Kabau SPTN II TNBD Resort 2.E Air Hitam I, Rakhmat Ramadhan Romus menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang terlibat dalam menjaga ekosistem baik unsur masyarakat di dalamnya maupun lingkungan.
Dalam bentuk apapun sebuah bantuan yang melibatkan kolaborasi menjadi lebih bernilai adanya.
"Keterlibatan masyarakat adat dalam menjaga kawasan konservasi adalah kunci, lalu perusahaan dan unsur lembaga lainnya menjadi penopang dukungannya, ini akan menjadi kolaborasi terbaik untuk hidup berdampingan," ujar Rakhmat.
Hal senada disampaikan Asisten Corporate Social Responsibility PT SAL, Slamet Riyadi, kolaborasi dengan masyarakat setempat menjadi komitmen perusahaan dalam menjalankan bisnisnya, apalagi masyarakat dengan suku dan adat yang masih melekat erat.
"Menghargai hak mereka, berpartisipasi dalam dialog, mendukung pelestarian budaya lokal, hingga pemberdayaan ekonomi menjadi fokus utama kami hadir ditengah masyarakat," ujarnya.
Menurutnya, tanaman jengkol dipilih bukan tanpa alasan, ia masuk dalam kategori Multi Purpose Tree Species (MPTS) yaitu jengkol memberi manfaat ganda.
Dari sisi ekologi, ia menjaga kesuburan tanah, menahan erosi, dan menghadirkan keteduhan alami.
Dari sisi ekonomi, buahnya yang digemari banyak orang memiliki nilai jual yang stabil.
"Mungkin terlihat biasa, tapi siapa sangka tanaman ini bisa berpotensi memberikan manfaat besar bagi kelompok SAD bahkan warga sekitar. Selain memberikan nilai tambah ekonomi, ini jadi ajang kemandirian bagi warga SAD dalam berkehidupan yang terus lebih baik," katanya.
Apa yang ditanam hari ini mungkin baru bibit kecil. Namun di baliknya tersimpan sebuah harapan besar: hutan yang tetap hijau, masyarakat yang mandiri, dan kolaborasi yang terjaga antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat adat.
PT SAL menempatkan masyarakat adat sebagai mitra utama dalam program pemberdayaan.
Pendekatan partisipatif melalui dialog yang terbuka dapat lebih memahami kebutuhan serta aspirasi masyarakat, sehingga program yang dijalankan perusahaan diharapkan dapat sesuai harapan dan berkelanjutan.(*)
Social Header